Saturday, November 23, 2019

Review Buku : Sirkus Pohon


Oleh Febriana Fitri Listyowati


Assalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh




Sedang baca buku apa hari ini guyss?




Membaca memanglah penting untuk melatih otak terus berpikir. Dengan membaca banyak informasi yang di dapat. Salah satunya saya memilih membaca buku “Sirkus Pohon” karya Andrea Hirata, tebal buku xiv + 410 hlm. Siapa sih yang tidak kenal Andera Hirata, di dalam dunia kepenulisan beliau sangat populer karyanya pun sampai ke luar negeri. Setiap katanya pun mengandung arti yang begitu mendalam. Sampai-sampai saya ingin terus membacanya dan mau tahu cerita selanjutnya. Penulis seperti membawa pembaca untuk masuk ke dalam ceritanya. Setiap cerita mengandung arti atau kisah yang mendalam. Banyak kata-kata yang baru saat saya membacanya. Sebagai penulis pun  diharuskan membaca lalu dituangkan dalam tulisan-tulisannya.


Oke, mari kita bahas.



Bang Andrea Hirata adalah sastrawan melayu yang mencintai kebudayaan aslinya di Belitong. Ketika membaca sirkus pohon, terdapat bahasa-bahasa melayu yang begitu melekat sehingga menemukan kata-kata baru di dalamnya.

Belum lagi kosa kata seperti “Boi”, “Ojeh”, “Amboi” yang membuat bahasa Melayu makin terdengar jelas. Seperti terbawa di dalam kehidupan sehari-hari.

Di awali dengan cerita meninggalnya seorang ibu. Mengisahkan kesedihan yang mendalam bagi keluarganya dan ayahnya berjanji kesedihan ini hanya berlangsung selama 40 hari saja.

Kisah cinta yang penuh perjuangan, seorang pria yang sudah cukup umur yang belum mempunyai pekerjaan dan bermodalkan ijazah SD menyesal karena dulu dia tidak rajin belajar akibat ulah temannya yang bernama Taripol. Akhirnya, mencari pekerjaan dan mendapatkan pekerjaan sebagai sirkus keliling. Mampu mengumpulkan uang untuk menikahi kekasih hatinya yang bernama Dinda. Akan tetapi, Dinda menghilang begitu saja kecemasan pun melanda. Dinda ditemukan dalam keadaan yang begitu aneh dan pernikahan pun ditunda.

Kecintaanya pada pekerjaannya sebagai sirkus keliling yang memberikan arti bagi hidupnya dan banyak dikenali orang-orang.

Nama-nama tokoh di dalamya seperti, Suruhudin, Azizah, Taripol, Debeludin, Soridin Kebul, Jamot, Tegar, Tara, Dinda, Gastori, Abdul Rapi dan masih banyak lagi. Ada tempat-tempat yang sering disebutkan seperti warung Kupi Kuli di Pasar Dalam, Tanjung Lantai, Bengkel Sepeda, Pertunjukkan Sirkus dan lain-lainnya.

Menulis butuh informasi-informasi untuk dituangkan di dalam tulisnya sehingga Bang Andrea Hirata membutuhkan riset yang mendalam sebagai penulis. Pembaca pun menikmati setiap tulisannya. Karyanya pun sudah tidak diragukan lagi di dalam kepenulisan. Melakukan riset itu penting bagi penulis agar menambah wawasan bagi pembaca dan penulis juga. Betapa indahnya Indonesia bila digali secara mendalam masalah kebudayaan dan keindahannya. Sehingga penulis merasakan untuk bisa berbagi kepada para pembaca.


Dari segi teknik menulis.


Bang Andrea Hirata adalah penulis yang memiliki ciri khas tersendiri terdapat sentuhan magis dalam tiap kalimatnya. Banyak kata yang membuat pembaca kagum, ada sisi roman, komedi, lucu, dan setiap penuturannya yang detail. Memang tidak mudah untuk bisa menguasai setiap kata yang ditulis oleh Bang Andrea Hirata dan kalimat-kalimat yang baru terdengar. Bang Andrea Hirata selalu sukses membawa pembaca ke dunia beliau. Teknis seperti ini adalah teknik tingkat dewa yang butuh ribuan jam terbang dalam menguasainya. Butuh belajar lebih dalam lagi dalam menguasainya.


Dari sisi cerita.


Sirkus pohon, memberikan cerita yang begitu luas dalam artian banyak yang di dapat dalam membacanya. Berbagai maacam kehidupan yang penuh dengan pertanyaan, tentang politik, percintaan, dan masih banyak lagi. Dibumbui dengan kondisi kehidupan saat ini.

Khas dengan melayu yang cukup kental, sirkus pohon ini pun menjelma menjadi roman yang cukup menarik dan tak kalah kelasnya kisah-kisah yang lainnya. Bang Andrea Hirata berhasil meramu dengan baik sisi romantisme, kisah cinta, kesetiaan, penantian dan masih banyak lagi. Memberikan kehangatan tentang arti keluarga itu penting dalam kehidupan. Memiliki pekerjaan pun memiliki keluarga yang baru untuk bisa menjalaninya dengan baik. Sisi kekeluargaannya pun terlihat jelas. Rasa kepedulian antar sesama dan kepergiaan yang memberikan arti kehilangan untuk bisa berjuang demi bertahan hidup. Kesedihan pun ada di dalamnya. Memang hidup ini penuh dengan teka-teki. Setiap pertemuan akan ada perpisahan, entah itu hanya sementara atau selamanya. Bertemu dengan orang-orang baru dan kehilangan dengan orang yang sudah lama. Inilah kehidupan.



Baiklah, kalian bisa membaca bukunya “Sirkus Pohon” kalian bisa memasuki sendiri dunia Sirkus Pohon. Percayalah, setiap tulisannya memberikan arti yang mendalam, alami dan rasakan sendiri !!!


Terima Kasih, salam literasi.

Terus semangat membaca dan menulis.

Tebarkan manfaat, sisi positif dalam menjalani hidup ini.

Wa’alaikummussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Saturday, November 16, 2019

Ulasan Cerpen berjudul “Cerita Seorang Lelaki yang sedang Bermimpi tentang Dirinya yang sedang Bermimpi” Penulis Achmad Ikhtiar


Oleh Febriana Fitri Listyowati



Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh



Di sini saya akan mengulas cerita Achmad Ikhtiar, saya tertarik membacanya dan mengulas cerita untuk memenuhi tugas yang diberikan.



Teks Cerpen



Cerita Seorang Lelaki yang Sedang Bermimpi tentang Dirinya yang Sedang Bermimpi




Edisi 1/I/Maret 2019
Oleh: Achmad Ikhtiar



Suatu malam aku bermimpi tentang diriku yang sedang bermimpi. Dalam mimpiku aku melihat mimpi aku yang sedang bermimpi itu memenangkan lotere. Hadiahnya luar biasa banyak. Lebih banyak dari yang berani aku mimpikan dalam kehidupan nyata. Herannya aku yang ada dalam mimpi aku yang sedang bermimpi itu malah menghabiskan semua hadiahnya untuk membeli mimpi. Tampaknya aku yang ada dalam mimpi aku yang sedang bermimpi itu sudah lupa pada pesan Emak di kampung. Beliau selalu terkenang-kenang menginjakkan kaki di Mekah, berjalan memutari Ka’bah dan mencium Hajar Aswad. Setiap kali Emak berbicara tentang Mekah, maka beliau pasti teringat dengan Nabi Muhammad SAW. dan semua perjuangan beliau lalu pasti berderai-derailah air mata Emak.

Lain lagi dengan Bapak. Bapak selalu berpesan kepadaku kalau sekiranya nanti aku mendapat rezeki nomplok, beliau ingin sekali membeli sepasang kerbau, mengajak mereka merumput dan membiarkan beranak pinak. Tidak tanggung-tanggung, sebidang tanah di belakang rumah sudah disiapkan untuk dijadikan kandang.

Aku yang ada dalam mimpi aku yang sedang bermimpi itu memang benar-benar keterlaluan, dengan entengnya dia membelanjakan semua hadiahnya hanya untuk membeli sebuah mimpi. Kalau sekiranya aku bisa masuk ke dalam mimpi aku yang sedang bemimpi itu pasti sudah kuhajar dia, kutempeleng sampai sadar.

Setelah membeli mimpinya itu, dia lalu bermimpi. Jadi aku bermimpi tentang diriku yang sedang bermimpi lalu membeli mimpi hanya untuk sekadar melanjutkan mimpi.
Dalam mimpinya ada Narti, gadis yang sudah empat tahun ini kupacari dan terus menerus merengek untuk segera dinikahi. Narti yang sabar, keibuan dan cerdas. Seandainya aku punya uang, pasti sudah kunikahi dia dari jauh-jauh hari, toh orangtuanya juga sudah memberi lampu hijau.

Dalam mimpi yang baru dia beli itu, ternyata dia bermimpi jadi orang yang kaya. Tanpa menunggu tempo lama dia ajak Emak dan Bapak untuk bertemu dengan orangtua Narti. Singkat cerita, tanggal pernikahan sudah dipilih. Aku yang hanya jadi penyaksi dari aku yang sedang bermimpi lalu membeli mimpi itu ikut merasa bahagia, heran juga padahal bukan aku yang akan menikahi Narti tapi orang yang serupa sepertiku yang ada dalam mimpi. Bahagia menyaksikan orang yang mirip aku dan orang yang aku sayangi bahagia adalah juga sebuah kebahagiaan tersendiri.
Pulang dari acara lamaran, Emak dan Bapak diajaknya mampir ke sebuah peternakan kerbau. Tanpa ba-bi-bu dan tawar menawar yang alot dia belikan bapak sepasang kerbau paling bagus yang ada di peternakan itu. Tak bisa aku gambarkan ekspresi wajah Bapak yang aku lihat dalam mimpiku itu. Tak pernah wajah bapak—seumur hidupku—kulihat sebahagia itu. Bapak adalah orang yang selalu ingin terlihat gagah, garis dahinya yang keras dan kumis hitamnya yang tebal setidaknya mewakili karakter itu. Tapi dalam mimpiku itu kulihat bapak menangis. Menangis bahagia.
Tak jauh beda dengan Emak, sebelum sampai ke rumah, orang yang membeli mimpi dalam mimpiku itu belok ke sebuah agen perjalanan haji. Kulihat Emak sampai sujud syukur saking bahagianya karena semua harapan yang malah hampir menjadi angan-angan itu terwujud sebegitu mudah.

Narti sudah dilamar, kerbau untuk Bapak sudah terbeli, rencana Emak untuk pergi ke Tanah Suci tinggal menunggu hari. Sekarang aku sadar, ternyata kebahagiaan itu bisa dibeli. Dengan uang kita bisa membeli semua kebutuhan. Dengan uang segala jenis dahaga bisa terpuaskan. Uang bisa membeli kebahagiaan.

Sampai tiba saatnya, semua keadaan itu berbalik dengan cepat. Kerbau yang baru dibeli dua hari lalu dicuri. Tidak ketahuan siapa yang mencuri, tak ada bekas-bekas kerusakan pada kandang atau pun kuncinya, bahkan jejak kaki pada tanah sekitar kandang yang becek pun nihil. Seolah-olah kerbau itu hilang begitu saja dari dalam kandang. Bapak stres berat. Sekarang setiap harinya hanya dihabiskan untuk melamun sambil meratapi kerbaunya yang hilang.

Emak lain lagi, ada santer kabar orang yang membeli mimpi itu terlihat di televisi tentang penipuan para calon jamaah haji. Dia coba merahasiakan hal itu sambil terus memantau perkembangan dan harap-harap cemas semoga Emak bukan salah satu korbannya. Tapi apa mau dikata, kabar menyebar dengan cepat, dari mulut tukang sayur langganan Emak berita itu sampai juga. Emak bertanya dan memaksa memastikan agar orang yang membeli mimpi dalam mimpiku itu segera menanyakan pada agen perjalanan haji tempat Emak mendaftar.

Berkali-kali menelepon tetap tak bisa tersambung. Mencoba menyatroni langsung ternyata kantornya sudah tutup. Emak menangis tersedu-sedu, dengan bibir gemetar dan jari memelintir biji tasbih. Kebiasaan Emak saat sedih memang begitu, beliau tak akan berhenti mengingat Tuhan sampai hatinya benar-benar merasa tenang. Putus sudah harapan Emak untuk berkunjung ke Baitullah di Mekah.

Dengan perasaan gundah, orang yang membeli mimpi dalam mimpiku itu melajukan motornya pergi ke rumah Narti. Tiupan angin dan pemandangan sawah yang hijau di kiri-kanan jalan sedikit bisa menenteramkan hatinya.

Tapi apa mau dikata, tiupan angin yang semula menenteramkan mendadak menjadi badai saat secara tidak sengaja dia berpapasan dengan Narti yang sedang berboncengan dengan mantan kekasihnya. Dengan emosi di ubun-ubun dia berbalik arah dan mencegat motor yang membonceng Narti.
Motor digeletakkannya begitu saja tanpa sempat menurunkan standar. Sambil berteriak-teriak dan menujuk-nunjuk ke arah Narti dia ngomel tidak karuan. Narti hanya mematung. Perlahan-lahan tangan kanannya terangkat ke arah orang yang sudah membeli mimpi dalam mimpiku itu.

“Kamu tidak akan pernah bisa membeli kebahagiaan,” katanya. Suara Narti pelan namun terdengar sangat jelas seolah-olah suara itu bukan berasal dari mulut Narti tapi keluar dari dalam kepalaku dan kepala orang yang membeli mimpi dalam mimpiku.
Dari arah warung dekat sawah, Emak dan Bapak keluar, juga dengan tangan menunjuk ke arah orang yang membeli mimpi dalam mimpiku itu. Lagi-lagi kata-kata yang dikeluarkan sama dengan ucapan Narti.
“Kamu tidak akan pernah bisa membeli kebahagiaan.”

Perlahan-lahan muncul satu persatu orang yang pernah ditemuinya beberapa hari belakangan. Penjual kerbau, orangtua Narti, mbak-mbak penjaga agen perjalanan, tukang sayur langganan Emak dan lainnya.
Mereka semua menunjuk dan berucap dengan satu suara, “Kamu tidak akan pernah bisa membeli kebahagiaan.”

“Kamu tidak akan pernah bisa membeli kebahagiaan.”

“Kamu tidak akan pernah bisa membeli kebahagiaan.”

Kalimat mereka makin cepat, lebih mirip seperti dengungan ribuan lebah. Sampai pada akhirnya, aku dan orang yang membeli mimpi dalam mimpiku itu tidak kuat, menjambaki rambut dan memukul-mukul kening agar sura-suara itu berhenti.
Setelah itu gelap.

Saat sadar, aku berada di rumah sakit. Berada dalam selimut hangat di gendongan seorang suster.

Wajah Emak yang masih muda terlihat kelelahan. Rambut panjangnya kusut masai dan pakaian bersimbah keringat. Sementara Bapak yang juga terlihat muda, dengan kumis tebalnya sedang memegangi tangan Emak sambil manatap ke arahku dengan tatapan bangga bercampur bahagia.

Bapak kini baru saja menjadi seorang bapak. Emak baru saja menjadi seorang emak. Dan aku baru terlahir kembali sebagai aku.

Unsur Intrinsik

A. Tema

Cerita ini menurut saya menarik untuk dibaca, di mana penulis menyuguhkan cerita ini dengan sederhana dan unik. Penyajiannya cukup memikat dan mempunyai daya tarik dalam kehidupan.

Setiap orang mempunyai mimpi agar bisa terwujud meski hanya mimpi. Setidaknya mimpi itu bisa membuat kebahagiaan dan keyakinan untuk bisa mewujudkannya. Entah itu kapan?  Yang penting punya mimpi untuk bisa mewujudkannya untuk tujuan hidup yang dicapai dengan yakin dan percaya diri.

Tokoh Aku yang sedang bermimpi dalam mimpinya itu bisa mewujudkannya dengan memenangkan lotere. Hadiahnya luar biasa banyak lebih banyak dari yang berani aku mimpikan dalam kehidupan nyata. Terlihat dengan uang mimpi itu bisa terbeli dengan sangat Indah sampai tidak terbayangkan di kehidupan nyata. Terhanyut dalam mimpi yang indah dan membahagiakan.


B. Tokoh dan Penokohan

Aku : Mempunyai banyak keinginan untuk membahagiakan orang tua dan kekasihnya, Peduli, Baik Hati dan Penyayang.

Emak : Keibuan, Penuh kasih sayang, Peduli, Baik hati dan Penyayang.

Bapak : Gagah, Berkumis hitam, Mempunyai keinginan, Penuh kasih sayang dan Senang dengan hewan kerbau.

Narti : Cerdas, sabar dan keibuan.



C. Alur

Alur dalam cerita ini adalah alur maju.



D. Point of view : Cerita ini menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama di dalam cerita.



E. Latar


Latar waktu : Sampai tiba saatnya, Kini.

Sampai tiba saatnya, semua keadaan itu berbalik dengan cepat.

Bapak kini baru saja menjadi seorang bapak.


Latar tempat : Warung, sawah, peternakan kerbau, rumah sakit.

Dari arah warung dekat sawah, Emak dan Bapak keluar juga dengan tangan menunjuk ke arah orang yang memberi mimpi dalam mimpiku itu.

Pulang dari acara lamaran, Emak dan Bapak diajaknya mampir ke sebuah peternakan kerbau.

Saat sadar aku berada di rumah sakit.



F. Gaya Bahasa

Saya sebagai pembaca perlu mengulang dalam membacanya untuk bisa memahaminya. Mempunyai cerita yang cukup menarik dan mempunyai pesan tersirat di dalamnya.



G. Amanat

Cerita ini memberikan pesan bukan hanya bermimpi tapi wujudkanlah mimpi itu. Sesungguhnya mimpi tidak bisa dibeli tapi diwujudkan dengan keyakinan dan percaya diri.



Alhamdulillah, selesai juga membaca dan mengulas cerita tentang mimpi. Mimpi hanya bunga tidur maka bangunlah dari mimpi. Wujudkanlah dalam kehidupan nyata dan buktikanlah.



Link Cerpen : http://www.ngodop.com/art/4/Cerita-Seorang-Lelaki-yang-Sedang-Bermimpi-tentang-Dirinya-yang-Sedang-Bermimpi



Link : http://www.ngodop.com/


Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabawabarakatuh


#tugaspekan1
#KELASFIKSI
#cerpen

Sunday, November 3, 2019

BIOGRAFI IKA YUDHA NINGRUM





Ika Yudha Ningrum, wanita yang menginspirasi dan tangguh ini membuat saya kagum dalam menjalani hidupnya. Beliau adalah salah satu penanggung jawab grup Kairo yang informatif dan memberikan semangat kepada pejuang literasi yang berada di grup Kairo.

Terlahir dari keluarga sangat sederhana, tak membuat Ika ini menjadi patah semangat dan menyerah dalam mengarungi kehidupannya.

Suaminya bernama Bambang Margono, Ayahnya bernama Juhartono dan Ibunya bernama Hartati.

Sedari kecil, orang tua beliau sudah menanamkan jiwa kemandirian pada dirinya. Ia diajarkan agar tidak menggantungkan hidupnya kepada orang lain, melainkan hanya kepada Allah Swt.

Kemudian, Ika pun mengambil jurusan kuliah keperawatan di Akademi Perawat Notokusumo Jogjakarta pada tahun 2002 dan DIV Keperawatan di Poltekkes Tanjung Karang Lampung, karena jiwa sosialnya yang sangat tinggi. Ia ingin mendedikasikan hidupnya untuk membantu sesama.

Mempunyai motto hidup, “Hidup adalah kesempatan untuk belajar berbagi dan berkarya.
Tergabung di beberapa komunitas seperti kecanduan sedekah Indonesia, Ibu Profesional dan Tapis Bogor.

Bukan hanya sebagai perawat saja Ika pun sebagai pejuang literasi Ia  banyak menghasilkan karya tulis – yang merupakan curhatannya sebagai seorang ibu. Di antaranya, “Antologi Bangga Menjadi Ibu,” “Antologi Diary of Love,” “Antologi Beloved of Love,” “Antologi Puisi Kepak Sayap Perempuan,” “Antologi Puisi Opera Hati Perempuan,” dan lusinan karya antologi beliau yang umumnya bercerita tentang dunia para ibu dan anak-anak.


#tantanganpekan8
#biografi
#ODOP

Dakwah Marjinal (Part 5)





Azan subuh berkumadang.

Para Ustadz dan Santri melakukan salat subuh berjamaah dilanjut tausiah dari Santri yang bersedia memberikan ilmunya. Setelah selesai tausiah diberikan materi oleh Ustadz.

Selesai materi langsung beberes dan mandi untuk lanjut materi berikutnya.

Materi demi materi disampaikan oleh Para Ustadz. Selama tiga hari jumat-ahad. Banyak yang di dapat materi yang disampaikan para Ustadz. Di penghujung acara diberikan games dan dibentuk kelompok untuk membuat menara tertinggi dari koran dan sedotan. Waktu terus berjalan para Santri mulai membuat menara tertinggi dengan kekuatan kelompok masing-masing saling membantu sama lain bertukar ide dan kerjasama.

Waktu telah habis, para Santri berhenti dalam membuat menara tinggi. Ustadz mulai mendatangi satu per satu kelompok untuk melihat menara mana yang bertahan dan tertinggi.

Alhamdulillah, kelompok aku menang dan mendapat hadiah dari Ustadz. Dan Ustadz meberikan nasihat-nasihat untuk Para Santri agar terus belajar ilmu agama dan bertahan terus jangan sampai berhenti sampai sini. Perjalanan masih panjang, umat Islam harus bersatu dalams segala hal apapun. Jangan sampai saling menjatuhkan sama lain. Karen orang kafir akan senang melihat umat Islam runtuh dan pertengkar dalam perkara yang sebenarnya bisa diselesaika dengan berbicara dan bertemu satu lain untuk bertukar pikir dan memberikan pendapat.

Banyak pelajaran yang di dapat selama tiga hari ini.

Terusalah belajar dan belajar dengan penuh semangat dan jadilah manusia yang bermanfaat. Selalu taat perintah Allah dan meminta pertolongan-Nya saat suka maupun duka. Bersyukur dalam menjalani hidup ini karena kita masih termasuk orang yang beruntung dibandingkan dengan orang lain yang harus bersusah payah untu bertahan hidup. Lontang-lanting di jalan, karena keterbatasan yang dimiliki. Belajar dari mereka yang dibawah dan bantulah mereka dengan tulus tanpa mengarapkan yang lebih. Mereka butuh bantuan kita dan ulurkan tangan kita serta kasih sayang sebuah kehangatan keluarga.

Hidup adala sebuah pelajaran berharga dalam menjalaninya, maka lakukanlah hal yang bermanfaat dalam hidup ini.


Selesai ....

Dakwah Marjinal (Part 4)





Esok harinya...

Kami pengajar juga menyediakan Kopaja untuk membawa anak-anak menuju kolam renang yang terdekat di daerah Jakarta Timur. Anak-anak mulai berdatangan dengan rasa senang. Lalu dapat pengarahan dari kakak-kakak pengajar. Setelah selesai pengarahan, mereka masuk ke dalam Kopaja dan mulailah perjalanan menuju kolam renang.

Sesampai di kolam renang kami berkumpul terlebih dahulu di Taman, untuk memberikan games dan hadiah untuk anak-anak berupa tas dan peralatan alat tulis. Melihat kebahagiaan mereka, senyum yang tulus, canda-tawa mereka seperti dunia ini terasa indah. Melakukan hal yang kecil karena kita tidak tahu atau merasakan kebahagiaan itu terasa indah dalam hidup.
Setelah bermain games lanjut masuk ke kolam renang. Dengan penuh canda-tawa setiap langkah ini seperti bahagia.

Satu persatu anak-anak masuk dan berganti baju untuk berenang. Pengajar juga memberikan beberapa games di kolam renang setelah berenag dilanjut makan siang bersama-sama. Dilanjut berenang bebas bersama teman-teman yang lain. Setelah selesai berenang bergegas untuk ganti baju dan salat berjamaah.

Selesai salat menuju kopaja untuk pulang ke rumah masing-masing. Di dalam kopaja sambil bernyanyi bersama dan saling menceritakan hari ini bisa berenang, main games dan mendapatkan hadiah.

Alhamdulillah sampai dan kembali ke rumah masing-masing yang mempunyai rumah. Kakak-kakak pengajar pun masih harus rapat membahas hari ini.

Lelah hari ini terbayar dengan kebahagiaan adik-adik jalanan yang penuh canda-tawa mereka.
Banyak pelajaran yang di dapat hari ini, belajar bukan di dalam kelas saja tapi belajar dari pengalaman yang ada membuat kita menyadari hidup ini untuk saling tolong-menolong satu sama lain. Memberikan banyak arti dalam hidup untuk terus menjadi manusia yang tawadhu, selalu berpikir postif dan menajdi manusia yang bermanfaat untuk orang lain. Karena kita tidak tahu bisa hidup untuk esok hari atau tidak. Maka, lakukanlah hari ini dengan sebaik mungkin dan bisa bermanfaat untuk orang lain meski terlihat kecil tapi bagi mereka adalah hal yang besar.

Hari Rabu mulai mengajar anak-anak jalanan.

Tiba-tiba beberapa Kakak Pengajar melihat Rian dan Sakti tertangkap oleh Satpol PP dan langsung dibawa dengan mobil Satpol PP. Ya Allah, kami sebagai pengajar tidak bisa menolong mereka karena mobil melaju sangat cepat.

Akhirnya, kami memutuskan untuk mengajar anak-anak yang lain karena sudah yang datang untuk belajar. Dimulai denga salat berjamaah seperti biasa, dilanjut ice breaking, membaca iqra dan dibacakan dengan oleh Kakak Pengajar. Semua anak-anak tertawa lepas mendegar cerita Kakak Pengajar sambil menikmati kue yang sudah disediakan dan sekotak susu untuk dinikmati para anak-anak. Tetapi masih terasa gelisah dengan keadaan kakak-beradik tersebut Rian dan Sakti apa yang terjadi dengan mereka, dibawa kemana mereka oleh Satpol PP. Padahal mereka hanya berjualan di tissu di lampu merah, karena dengan menjual tissu mereka bisa makan itupun kalau laku banyak bisa makan, kalau tidak laku mereka hanya bisa menahan lapar dan tertidur dengan keadaan yang sangat lapar.

Selesai menceritkan dongeng kepada anak-anak dilanjut dengan doa penutup dan pulang ke rumah masing-masing.

Beruntung bisa belajar di Pesantren Bina Insan Kamil, bukan belajar saja kita dituntut untuk mengajar anak jalanan dan Program Pesantren lainnya. Para Ustadz memberitahukan akan diadakan Daurah selama 3 hari di Bogor acara ini wajib bagi para santri.

Hari jumat pun tiba.

Bergegas menuju Stasiun Kota untuk mengikut daurah Pesantren di Bogor. Seperti biasa kereta sangat penuh dan sesak dengan para pekerja yang ingin pulang ke rumah. Sampai-sampai aku tidak kebagian tempat duduk dan harus berdiri di depan pintu kereta karena banyak orang yang datang silih berganti untuk menaiki kereta. Perjalanan cukup jauh kaki terasa pegel dan sudah banyak orang yang turun ke Stasiun tujuannya masing-masing.

Akhirnya, sampai juga di Stasiun Bogor tapi bingung harus kemana. Memutuskan menunggu teman yang masih di kereta.

Sesampai di Stasiun kami langsung menuju Pesantren yang berada di Bogor dengan menggunak “GrabCar”. Menikmati Kota Bogor di malam hari sepi dan banyak pohon-pohon yang menjulang tinggi.

Sampai juga di Pesantren Bogor. Sejenak beristirahat dan makan malam yang sudah disediakan teman-teman yang sudah hadir terlebih dahulu. Dilanjut materi yang diberikan Para Ustadz dan saling berdiskusi antar teman. Selesai materi dilanjut tidur malam

Jam 03.00 WIB para Santri bangun untuk melaksanakan salat Tahajud berjamaah dan Tilawah bersama.

Dakwah Marjinal (Part 3)






Program baru Pesantren adalah mengajar anak jalanan yaitu Dakwah Marjinal. Peserta wajib mengajar anak jalanan di daerah Klender, Jakarta Timur.

Setiap hari rabu dan ahad kelas mengajar anak jalanan. Aku memilih hari rabu setelah salat magrib. Tiba di sana sebisa mungkin jam 17.00 WIB untuk bisa mengarahkan anak-anak jalanan hadir ke kelas.

Mengajar anak jalanan ini memberikan aku banyak bersyukur dalam hidup ini. Masih mempunyai orang tua dan tidak perlu kerja untuk mendapatkan uang karena bisa minta orang tua. Mengajar mereka pertama kali seketika air mata membasahi mereka.

Kami pengajar harus mencari mereka terlebih dahulu di jalanan karena memang kehidupan mereka memang di jalanan unttuk mencari rezeki usia mereka pun terbilang masih kecil sekitar 5-12 tahun. Masa-masa itu aku masih bermain-main bersama teman tanpa memikirkan untuk berkerja seperti mereka.

Alhamdulillah, beberapa ank jalanan hadir di Mushalla untuk belajar Iqro. Sebelum memulai belajar anak-anak diarahkan untuk mengambil air wudhu untuk melaksanakan salat magrib berjamaah. Kami pengajar memberikan arahan cara salat kepada anak-anak. Setelah selesai salat dilanjut membaca iqro. Memang tidak mudah mengajar mereka, banyak tidak mau belajar kami berusaha membujuk mereka terus menerus. Sampai-sampai ada yang curhat belum makan jadi tidak konsen untuk belajarnya. Akhirnya, kami pengajar membelikan makanan untuk anak tersebut. Selsai mengajar kami para pengajar melakukan diskusi saat berdiskusi datangglah kakak-adik ini. Namanya Rian dan Sakti, kami pengajar menanyakan, “Kenapa telat hadir.
“Maaf kak, soalnya aku sama adikku harus jualan tissu. Tiba-tiba kakak-beradik ini menangis karena telat hadir. Kami pengajar terasa tersentuh.

Aku langsung memeluknya dan mereka menceritakan kenapa bisa telat hadir.
Rian dan sakti adalah kakak-beradik orang tuanya sudah lama meninggal mereka hidup berdua di Jakarta ini dengan menjual tissu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebenarnya mereka masih mempunyai saudara tetapi saudranya tidak mau mengurusnya. Akhirnya, mereka memilih untuk hidup berdua. Tidak punya tempat tinggal kadang pindah-pindah tempat tidur. Pakaiannya pun menyengat sekali seperti bau dan sakti mempunyai masalah pada telingganya sering mengeluarkan cairan yang menyengat.

Bersyukurlah dengan hidup yang dimiliki tanpa harus mengeluh. Cobalah, sejenak tengok mereka yang berada di bawah tidak bisa merasakan apa yang kita rasakan. Mempunyai rumah sebagai tempat tinggal untuk berteduh di kala hujan dan terik matahari yang menyengat, pakaian yang bersih, wangi dan bagus, kendaraan yang bagus dan lain-lainnya.

Alhamdulillahh, ada donatur yang mau memberikan pakaian, buku dan sejumlah uang untuk anak jalanan. Kami para pengajar membuat liburan untuk anak-anak jalanan berenang. Mereka pun senang bisa berenang gratis.
Kami pengajar berdiskusi untuk membuat acara untuk anak-anak jalanan. Anak-anak jalanan yang ikut ada 11 orang dan Pengajar ada 6 orang.


Dakwah Marjinal (Part 2)







Hari yang ditunggu-tunggu tiba, Pengumuman kelulusan akan diberitahukan.
Rasa dag dig dug mulai terasa, diterima tidak ya.

Nama demi nama ku cari dan akhirnya, DITERIMA, yeeehhhhh.
Rasanya bahagia bisa belajar di sini dan bertemu dengan teman-teman baru. Aku memilih kelas Sabtu karena hari biasa kuliah dan berkutat dengan skripsi.
Diberitahukan akan diadakan HOPES (Hari Orientasi Pesantren) Santri wajib hadir di hari yang akan ditentukan oleh panitia, jika berhalangan hadir harap memberitahukan panitia terlebih dahulu serta alasannya mengapa tidak bisa hadir.

***

Pembimbing oh pembimbing bertemu dengan dosen pembimbing seperti ingin bertemu dengan jodoh. Ketar-ketir tidak karuan, menunggu berjam-jam tanpa kepastian untuk bimbingan tapi suka di PHP-in. Saat bertemu langsung diserang dengan pertanyaan yang membingukan, apa yang dia mau harus dikerjakan denga maksimal bila tidak akan lama selesai skrispsi dan bisa sidang tepat waktu.
Selesai bertemu dengan dosen pembimbing I langsung menghampiri dosen pembimbing II seperti biasa menunggu terlebih dahulu karena ada jadwal ngajar dan rapat para dosen. Menunggu memang tidak enak ya, menunggu tanpa kepastiaan, eeeaaaa....

Kertas demi kertas dicoret sana-sani, lalu ditulis besar sebuah tanda tanya. Tanda-tanda harus mengulang kembali mengerjakan tugas. Memang harus banyak sabar-sabar ya bagi mahasiswa tingkat akhir, harus rela-rela begadang mengerjakan skrispsi sesuai kemauan dosen pembimbing. Bolak-balik nge-print ke warnet bertemu dengan abang-abang dan mbak-mbak penjaga warnet setiap harinya sampai-sampai dibilang bosen ketemu dia, dia lagi ...

Setelah selesai bertemu dengan dosen pembimbing ada kelas sore. Rasanya itu males gimana gitu. Sudah bosen ketemu dosen pembimbing, eh harus ada kelas bertemu dosen killer rasanya mau angkat bendera putih, nyeraaaahhhhhhh .....

Bertemu dosen killer itu rasanya nano-mano, terdengar langkahnya dari luar saja terdengar sepatunya bunyi ceplak-cepluk. Rasanya seperti bertemu moster yang menyeramkan ingin menyerang dengan kekuatan penuh, ahahaha..

Sesampai di kelas dosen killer, kelas menjadi sepi dan tenang tanpa ada suara apapun.
“Assalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh ...
“Wa’alaikummussalam warahmatullahi wabrakatuh, buuu. “serentak mahasiswa menjawab salam dosen.
“Sekarang siapa yang akan maju ke depan.
“Dan teman maju ke depan. Langsung kena omelan dosen killer karena tidak sesuai kemauan dosen, banyak kesalahan. Pasti rasanya itu mau marah tapi ditahan.

Akhirnya, selesai kuliah hari ini. Mulai berkutat dengan skripsi kembali. Ku laju langkah ini ke parkiran untuk mengambil motor dan pulang ke rumah. Jarak kampus dari rumah cukup jauh Jakarta Timur ke Jakarta Utara.

Mengendarai motor sambil menikmati keindahan Jakarta yang penuh sesak di sore hari. Melewati pasar banyak orang yang berlalu lalang dengan membawa belanjaannya. Para pedang yang berjuaan di pinggir jalan membuat jalanan macet karena ada beberapa motor atau mobil berhenti untuk berhenti di pinggir jalan yang mengakibatkan jalanan macet.

Mobil Transjakarta yang besar dan panjang berhenti di halte-halte yang dituju. Jalanan yang tidak terlalu besar ini pun membuat macet sangat parah. Apalagi kalau lampu merah yang terlalu marah dan kendaraan yang ingin belok. Ini menjadi andalan tukang parkir untuk meminta uang kepada mobil yang ingin belok dan membuat macet pula karena harus memberhentikan kendaraan lain.

Entah kenapa aku merasa tukang parkir kerjannya itu enak banget. Cuma parkirin bisa dapet uang dengan semudah itu. Apalagi sama tukang parkir yang duduk-duduk doang terus kalau motor udah mau jalan baru nagih uang parkir. Bukannya bantuin keluar motor malah duduk-duduk tinggal motor mau jalan baru nagih. Ada rasa ikhlas atau engga buat ngasihnya, berasa cari uang gampang banget ya. Apalagi kalau orang yang bolak-balik ke suatu tempat harus ngasih berapa kali buat tukang parkir padahal kerjanya cuma duduk-duduk doang. Setiap tempat pasti ada tukang parkir padahal ada tulisannya “Parkir Gratis” tapi masih aja ditagih uang parkir. Mau marah takut dia manggil preman atau teman lainnya yang jahat. Iya sih, cuma dua ribu tapi rasanya itu seperti engga ikhlas buat ngasihnya.

Sesampai di rumah ...

Langsung mengerjakan skripsi sampai malam, bila bosen melanda musik menjadi teman yang menyenangkan untuk berbagi rasa lelah.

Keesokan harinya ...

Berkunjung ke Perpustakaan daerah yang berada di Tanjung Priok. Melewati Pelabuhan Tanjung Priok harus hati-hati karena banyak kontener yang besar-besar dan jalanannya banyak debu-debu yang tidak bagus bagi pengendara yang lalu lalang di jalan Pelabuhan. Sesampai di Perpustakaan memang sepi dan tempatnya sangat kotor seperti tidak terawat.

Lalau ku taruh tas di dalam lemari yang telah disediakan dan memberikan kartu anggota Perpustakaan.

Mencari-cari buku buat bahan skripsi dan tugas kuliah. Bukunya memang tidak terlalu banyak dan ada yang tidak terawat juga. Berjam-jam mengerjakan tugas-tugas kuliah di Perpustakaan daerah. Setelah selesai dari Perpustakaan daerah lanjut untuk HOPES di Pesantren.

Sesampai di Pesantren sudah banyak yang hadir untuk mengikuti HOPES. Bertemu dengan teman-teman baru dan ada nenek-nenek juga yang masih ingin belajar di Pesantren ini. masyaaAllah, antusias nenek ini untuk belajar membuat kami yang muda makin semangat untuk belajar ilmu agama lebih dalam lagi. Paling semangat pula di kelas padahal sudah tua. Belajar tidak mengenal usia sampai masuk liang lahat baru bisa berhenti belajar.

Perkenalan setiap para ustadz lalu dilanjut perkenalan para santri yang hadir. Lalu dibagi beberapa kelompok untuk berdiskusi tugas yang diberikan para ustadz. Keseruan kelas pun mulai membuat para santri terus berdiskusi lalu telah selesai berdiskusi dipaparkan hasil tugasnya di depan kelas. 

Akhirnya, aku memberanikan maju ke depan untuk memapaparkan hasil diskusi kelompok lalu menulisnya di depan dan ditanggapi oleh kelompok lain. Hasil diskusi mulai memanas.

Adzan magrib mulai berkumandang. Kami bergegas mengambil wudhu, paras ustadz dan ikhwan salat berjamaah di Masjid dan para akhwat salat di Lantai 2. Selesai salat dan HOPES berakhir dengan penuh kebahagiaan. Aktif belajar mulai minggu depan.


***

Dakwah Marjinal (Part 1)







Beginilah kota Jakarta padat dan sesak dengan manusia dan kendaraan yang lalu lalang. Panas menyengat sampai-sampai keringat pun membasahi pakaian yang ku kenakan. Saat ini aku memasuki kuliah semester akhir. Segudang kertas menumpuk tak karuan di dalam kamarku yang mungil. Kertas-kertas yang membuat stres mahasiswa tingkat akhir akibat tugas-tugas dari dosen yang banyak maunya. Terkadang harus terbuang sia-sia atas kesalahan-kesalahan yang kurang meyakinkan dosen. Rasanya itu mau teriak sekenceng-kencengnya dan menyerah. Tapi selalu ingat kedua orang tua yang mau melihatnya lulus wisuda dan kebahagiaan orang tua melihat anaknya mampu melewatinya meski rintangan demi rintangan terasa merasakan lelah. Namanya juga hidup harus dijalankan dengan sepenuh hati. Kalau lelah, berdoa meminta kekuatan sama Allah swt.

Hari ini ada kajian di Masjid AT-Tin tidak jauh dari kampus. Pembicaraanya Kak Oki Setiana Dewi, aku termasuk suka dengan beliau menyampaikan kajian dan cantik banget sebagai wanita muslimah, enak dipandang berasa ketemu bidadari surga hehehe. Bertemu aku dengan teman-teman baru yang juga antusias datang ke kajian untuk menambah ilmu tentang agama. Apalagi zaman sekarang ini kita itu butuh teman-teman yang saling mengingatkan dalam kebaikan bukan menjurumuskan dalam keburukan. Hijrah itu mudah yang sulit itu istiqomah, maka carilah teman yang menuntun kita ke surga bersama.

Alhamdulillah, dapat teman baru yang satu tujuan itu menyenangkan dan nyambung apa yang dibicarakan. Namanya Bunga, wanita muslimah ini juga cantik dan sudah mempunyai hafalan yang cukup banyak. Bunga juga memberikan informasi tempat belajar semacam Pesantren yang bisa pulang pergi bagus buat anak kuliahan yang mau belajar ilmu agama. Aku mulai tertarik untuk mendaftar Pesantren tersebut. Nama Pesantrennya Bina Insan Kamil belajar Dirasah Islamiyah yaitu fiqih, aqidah, fiqih sosial dan bahasa arab. Aku semakin tertarik untuk mendaftarannya. Pendaftarannya pun sudah dibuka, persyaratannya pun tidak terlalu sulit intinya mempunyai tekat yang kuat untuk belajar dan bisa berkontribusi dengan Pesantren.

Setelah kajian aku dan Bunga mencari makan diluar, akhirnya kita memilih makan di Waroeng Steak yang berada di perbatasan Jakarta Timur dan Bekasi. Memesan makan dan sambil mengobrol banyak tentang perihal agama, pokoknya seru deh. Setelah makan kita salat ashar di Musholla Waroeng Steka. Suka dengan konsep Waroeng Steak ini, disediakan Musholla untuk salat bagi yang beragama Islam dan ada kata-kata yang menyentuh hati bila pengunjung yang datang untuk makan.

Keesok harinya ...

Aku mencoba mencari Pesantern Bina Insan kami yang terletak di Jalan Rawasari, Jakarta Timur yang tidak jauh dari Kampus UNJ (Universitas Negeri Jakarta). Setelah bertemu tempatnya, harus melewati gang yang cukup kecil dan menanjak. Pesantrennya pun tidak terlalu besar ada mainan anak TK seperti ayunan, perosotan dan lain-lainnya. Lalu ku laju langkah menuju pintu yang sudah terbuka dan mengucapkan salam.

“Assalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kuulang kembali salam, tapi tidak ada satu pun yang menjawab.

Tiba – tiba ada seorang datang dari belakang dan menegurku.

“Mbak, mau daftar jadi santri ya.
“Iya, mas. Nada sedikit takut.
“Silakan ke atas dulu ya mbak, nanti saya interview.
“Baik mas.

Lalu ku laju langkah demi langkah menuju atas dan duduk di kursi yang sudah disediakan panitia.
Sekitar 15 menit menunggu dengan rasa takut diterima atau tidak ya. Menyadari kemampuan masih sedikit tetapi ingin belajar di sini untuk menambah wawasan ilmu agama.

Dipanggil namaku, “Mbak Fitri.
“Iya. Lalu menghampiri Ustadz yang di depanku dan membaca Al-qur’an surat Maryam.

Setelah membaca Al-quran diberikan pertanyaan yang sulit dan penuh keyakinanku menjawab dengan sebisanya. Lalu disuruh mengisi di beberapa kertas seperti biodata dan lain-lainnya. Setelah itu selesai dan menunggu pengumuman berikutnya.

Terasa lega banget setelah interview. Semua serahkan ke Allah swt, manusia hanya bisa melakukan sebisanya, hasilnya minta sama Allah swt untuk dimudahkan.
Harapan bisa keterima memang kecil tapi sudah berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Ustadz dengan penuh keyakinan.




Antara Rindu dan Hujan


Aku adalah seorang penikmat rindu

Menikmatinya dengan candu

Hujan turun dengan sejuta khayalan

Siang ini hujan, membasahi kalbu dalam dekapan rindu yang membiru

Kenangan-kenangan terpampar dalam ingatan seperti menusuk-nusuk dalam pikiran

Entah, harus dibawa kemana rindu ini

Terpa angin mampu menjatuhkanku

Dalam sebuah luka yang membekas

Atau menahan malu terlihat segilintar orang yang berlalu

Datang hanya sekejap,

Terkadang membahayakan dan terperangkap dalam ingatan

Hujan adalah rindu yang membawaku dalam keindahannya dan bersyukur atas anugerahnya

Mengenang masa kecil yang membahagiakan tanpa memikirkan hal-hal yang melelahkan hati dan pikiran

Mengolah rasa tanpa harus tahu apa yang dirasa

Mengasa rindu dalam buaian hujan turun





5 Cara Agar Produktif Selama Masa Karantina #DirumahAja #MelawanVirusCorona

(Source: Unsplash) Assalammu’alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh Bagaiamana kabarnya teman-teman? Semoga sehat selalu ya. Ikut...